KAMPOENG NEWS
Para Bunda Sahabat Keluarga Cinta, kita lanjutkan pembahasan Komunikasih (8 Prinsip Komunikasi Suami Istri Penuh Kasih), memasuki prinsip keenam. Yakni Istri Butuh Didengar, Suami Butuh Dihargai.
Kita akan mulai dari hal yang paling mendasar. Bahwa laki-laki dan perempuan itu tidak sama. Pernah kita singgung di prinsip pertama.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالْأُنْثَى
Dan laki-laki tidak sama dengan perempuan (QS. Ali Imran: 36)
Salah satu perbedaan laki-laki dan perempuan adalah keseimbangan hormon testosteron dan estrogen. Kadar testosteron laki-laki umumnya sepuluh kali lebih tinggi dibandingkan wanita. Pengungkapan sikap maskulin akan merangsang produksi testosteron. Pengungkapan sikap feminin akan merangsang produksi estrogen.
Maskulin vs Feminin
Ketika seorang laki-laki sedang stres, peningkatan testosteron dan penurunan estrogen akan selalu menurunkan stres. Sebaliknya, ketika seorang perempuan sedang stres, peningkatan estrogen dan penurunan testosteron akan selalu menurunkan hormon stres internal.
Norwegia merupakan negara yang makmur dan kaya minyak, pendapatan per kapita tertingi kedua di dunia. Ia paling membanggakan kesetaraan gender yang disebut paling unggul di dunia.
Namun apa yang menimpa Swedia? Pasangan di sana mengeluh kehilangan gairah, angka perceraian mencapai 44%, perselingkuhan peringkat enam dunia dan lebih banyak lajang yang tidak menikah.
Mengapa? Hasil observasi John Gray menunjukkan, pria dan wanita Norwegia baik di kantor maupun di rumah dituntut menjalankan peran yang sangat mirip serta berperilaku yang tidak memperhatikan gender.
Berangkat dari fitrah ini, secara alami perempuan perlu banyak bicara dan mengungkapkan perasaannya. Ketika sedang stres, perempuan bisa menurunkan stresnya dengan berbagi masalah alias curhat. Pasti Bunda di sini juga mengalaminya. Meskipun tidak mendapatkan solusi, curhat terbukti mengurangi beban masalah.
Dan memang, perempuan curhat (bahkan bicara) tidak selalu untuk mencari solusi atau memecahkan masalah. Perempuan bicara juga untuk merasakan keterhubungan dan empati. Berbeda dengan laki-laki, mereka bicara untuk memecahkan masalah atau mengumpulkan informasi dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
Demikian pula ketika menghadapi masalah. Perempuan umumnya membicarakan masalah dengan tujuan menarik dukungan untuk menghadapi tantangan secara bersama. Sedangkan laki-laki jika menghadapi masalah besar, mereka langsung bertindak atau jika tidak ada yang bisa dilakukan, mereka melepaskannya sampai bisa melakukan sesuatu.
Ketika Istri Bicara
Umumnya, dalam sehari, perempuan bicara 6.000 – 8.000 kata verbal. Jauh lebih banyak daripada laki-laki yang hanya 2.000 – 4.000 kata. Angka ini sesuai dengan hasil pemindaian MRI area bicara dan bahasa antara otak laki-laki dan perempuan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat mengajarkan, agar suami mendengarkan dengan baik saat istrinya bicara. Tentu tidak semua dari 8.000 kata itu dibicarakan di hadapan suami karena pada faktanya perempuan bicara pada orangtuanya, anaknya, temannya, tetangganya.
Yang perlu digarisbawahi oleh para suami, saat istri bicara dengannya, jadilah pendengar yang baik.
Suatu hari seorang sahabat hendak konsultasi pada Khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu. Sebabnya, ia tidak tahan dengan istrinya yang banyak omong.
Sampai di depan rumah Umar, ia mendengar istri Amirul Mukminin itu bicara banyak sementara Umar diam saja. Hanya sesekali mengiayakan atau manggut-manggut.
Lantas ia pun beranjak pergi. Sebelum melangkah jauh, Umar memanggilnya. “Ada apa saudaraku? Mengapa engkau kembali sebelum sempat bertemu denganku?”
“Wahai Amirul Mukminin,” jawab sahabat itu. “Sebenarnya aku ingin mengadukan istriku yang banyak bicara. Tapi mengetahui istrimu lebih banyak bicara di hadapanmu dan engkau diam saja tidak marah, aku jadi mengurungkan niatku.”
“Wahai saudaraku, istrilah yang telah mengandung dan melahirkan anak kita, mengasuhnya, memasak makanan kita, bagaimana aku bisa marah padanya.”
Demikianlah seharusnya sikap suami. Saat istri bicara, jadilah pendengar yang baik. Tidak perlu dibantah, tidak perlu dipotong dengan menawarkan solusi. Sebab ia sedang curhat. Ia ingin didengarkan.
Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu mengajarkan syair kepada putrinya Asma’:
Beri aku maaf niscaya kau dapati penuh cintaku
Jangan bicara di depanku ketika aku marah
Sebab kulihat bila cinta dan sakit bertemu di hati
Tentu cinta akan pergi
Perhatikan syair yang dikutip Syaikh Khalid Jad dalam bukunya Maa Yuhibbuhu Ar Rijal min An Nisa’ ini. Abu Bakar mengajari putrinya untuk mengatakan: jangan bicara di depanku ketika aku marah.
Jadi untuk para suami, jika istri sedang bicara dengan emosi, jangan ditimpali dengan emosi juga. Karena masalah tidak akan selesai, justru terjadi pertengkaran. Suami perlu bijak. Menjadi pendengar yang baik. Bisa jadi saat itu istri sedang lelah atau stres dan demikianlah cara ia mengungkapkan perasaannya.
Lalu bagaimana dengan teladan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Tentu sikap Abu Bakar dan Umar berangkat dari keteladanan Rasulullah. Tapi baiklah, kita simak penuturan Dr Nizar Abazhah dalam bukunya Bilik-Bilik Cinta Muhammad memvisualisasikan bagaimana komunikasi Rasulullah dengan Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha:
“Beliau tidak melarang Aisyah berteriak girang, mengangkat suaranya lantang, atau berbicara dengan kemanjaan seorang putri agung yang tahu kedudukannya sebagai orang yang dicintai, dihormati dan dimuliakan”
“Nabi juga tidak pernah meletakkan tangan ke mulut Aisyah untuk mencegahnya berbicara, membantah atau marah.”
Jabir mengatakan, “Rasulullah itu pria gampangan; jika Aisyah ada maunya, beliau menurutinya.”
Ada tiga pesan mudah yang membuat istri senang saat ia bicara:
1. Tatap dia dan katakan “Ceritakan lebih banyak hal itu kepadaku”
2. Tatap dia dan ucapkan, “Terus bagaimana kelanjutannya?”
3. Tatap dia dan katakan, “Menarik. Selanjutnya bagaimana?”
Jika ada yang istri inginkan
Suami perlu memahami bahwa tujuan utama “pembicaraan” istri adalah bicara. Agar istri merasa lebih baik dan membina ikatan dengan suami.
Jika istri tidak butuh pemecahan masalah, suami perlu mendengarkan dan membesarkan hatinya.
Dari sisi kita sebagai wanita, jika ada yang kita inginkan dari suami, kita perlu memahami bahwa laki-laki itu menangkap bahasa yang harfiah. Kita perlu memperjelas maksud kita. Ini pernah kita bahas di prinsip kedua.
Sedapat mungkin kita mengubah keluhan menjadi permintaan. Atau mengubahnya menjadi pernyataan informasi.
Misalnya:
“Kau selalu lupa mengeluarkan sampah” (ini keluhan)
Perlu diganti dengan:
“Maukah Mas mengingat untuk mengeluarkan sampah besok pagi? Sampah itu akan mulai bau jika ada di garasi tiga hari lagi.” (ini permintaan)
Atau diganti menjadi:
“Aku sangat senang Mas mengeluarkan sampah besok pagi. Kebetulan besok jadwalnya petugas sampah keliling.” (ini pernyataan informasi)
Suami Butuh Dihargai
Jika istri (perempuan) butuh didengarkan, suami (laki-laki) butuh dihargai.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan kita para istri:
فَانْظُرِى أَيْنَ أَنْتِ مِنْهُ فَإِنَّمَا هُوَ جَنَّتُكِ وَنَارُكِ
Perhatikan posisimu di sisi suamimu, sebab dia adalah surgamu atau nerakamu (HR. Ahmad)
Ketika kita tidak menghargai suami, atau malah menyakitinya, kita tidak bisa menjadi pasangan abadi di surgaNya nanti. Bahkan bidadari pun mengancam kita.
لاَ تُؤْذِى امْرَأَةٌ زَوْجَهَا فِى الدُّنْيَا إِلاَّ قَالَتْ زَوْجَتُهُ مِنَ الْحُورِ الْعِينِ لاَ تُؤْذِيهِ قَاتَلَكِ اللَّهُ فَإِنَّمَا هُوَ عِنْدَكِ دَخِيلٌ يُوشِكُ أَنْ يُفَارِقَكِ إِلَيْنَا
Tidaklah seorang perempuan menyakiti suaminya di dunia kecuali istrinya dari bidadari berkata, “Jangan sakiti dia. Semoga Allah memerangimu. Dia hanya tamu di sisimu, yang sebentar lagi akan meninggalkanmu menuju kami” (HR. Tirmidzi)
Bagaimana cara menghargai suami? Suami yang pada umumnya irit bicara, saat ia bicara, kita perlu memperhatikan dan menanggapinya dengan dukungan yang menguatkan testosteronnya.
Cara menghargai pria dengan kata-kata:
1. “Mas benar”
2. “Ide bagus, Sayang”
3. “Masuk akal. Kenapa aku nggak kepikir ya Mas”
Rasulullah juga mengingatkan kita:
لاَ يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَى امْرَأَةٍ لَا تَشْكُرُ لِزَوْجِهَا وَهِيَ لَا تَسْتَغْنِى عَنْهُ
Allah tidak melihat perempuan yang tidak bisa berterima kasih kepada suaminya padahal ia tidak bisa lepas darinya (sangat tergantung kepadanya) (HR. Thabrani)
Semoga kita semua bisa menjalin komunikasi penuh kasih dengan pasangan hidup kita. Salah satunya memperhatikan prinsip Istri Butuh Didengar, Suami Butuh Dihargai ini. Dan semoga Allah menjadikan keluarga kita penuh cinta, abadi hingga ke surgaNya.
Sumber : KeluargaCinta
Para Bunda Sahabat Keluarga Cinta, kita lanjutkan pembahasan Komunikasih (8 Prinsip Komunikasi Suami Istri Penuh Kasih), memasuki prinsip keenam. Yakni Istri Butuh Didengar, Suami Butuh Dihargai.
Kita akan mulai dari hal yang paling mendasar. Bahwa laki-laki dan perempuan itu tidak sama. Pernah kita singgung di prinsip pertama.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالْأُنْثَى
Dan laki-laki tidak sama dengan perempuan (QS. Ali Imran: 36)
Salah satu perbedaan laki-laki dan perempuan adalah keseimbangan hormon testosteron dan estrogen. Kadar testosteron laki-laki umumnya sepuluh kali lebih tinggi dibandingkan wanita. Pengungkapan sikap maskulin akan merangsang produksi testosteron. Pengungkapan sikap feminin akan merangsang produksi estrogen.
Maskulin vs Feminin
Ketika seorang laki-laki sedang stres, peningkatan testosteron dan penurunan estrogen akan selalu menurunkan stres. Sebaliknya, ketika seorang perempuan sedang stres, peningkatan estrogen dan penurunan testosteron akan selalu menurunkan hormon stres internal.
Norwegia merupakan negara yang makmur dan kaya minyak, pendapatan per kapita tertingi kedua di dunia. Ia paling membanggakan kesetaraan gender yang disebut paling unggul di dunia.
Namun apa yang menimpa Swedia? Pasangan di sana mengeluh kehilangan gairah, angka perceraian mencapai 44%, perselingkuhan peringkat enam dunia dan lebih banyak lajang yang tidak menikah.
Mengapa? Hasil observasi John Gray menunjukkan, pria dan wanita Norwegia baik di kantor maupun di rumah dituntut menjalankan peran yang sangat mirip serta berperilaku yang tidak memperhatikan gender.
Berangkat dari fitrah ini, secara alami perempuan perlu banyak bicara dan mengungkapkan perasaannya. Ketika sedang stres, perempuan bisa menurunkan stresnya dengan berbagi masalah alias curhat. Pasti Bunda di sini juga mengalaminya. Meskipun tidak mendapatkan solusi, curhat terbukti mengurangi beban masalah.
Dan memang, perempuan curhat (bahkan bicara) tidak selalu untuk mencari solusi atau memecahkan masalah. Perempuan bicara juga untuk merasakan keterhubungan dan empati. Berbeda dengan laki-laki, mereka bicara untuk memecahkan masalah atau mengumpulkan informasi dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
Demikian pula ketika menghadapi masalah. Perempuan umumnya membicarakan masalah dengan tujuan menarik dukungan untuk menghadapi tantangan secara bersama. Sedangkan laki-laki jika menghadapi masalah besar, mereka langsung bertindak atau jika tidak ada yang bisa dilakukan, mereka melepaskannya sampai bisa melakukan sesuatu.
Ketika Istri Bicara
Umumnya, dalam sehari, perempuan bicara 6.000 – 8.000 kata verbal. Jauh lebih banyak daripada laki-laki yang hanya 2.000 – 4.000 kata. Angka ini sesuai dengan hasil pemindaian MRI area bicara dan bahasa antara otak laki-laki dan perempuan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat mengajarkan, agar suami mendengarkan dengan baik saat istrinya bicara. Tentu tidak semua dari 8.000 kata itu dibicarakan di hadapan suami karena pada faktanya perempuan bicara pada orangtuanya, anaknya, temannya, tetangganya.
Yang perlu digarisbawahi oleh para suami, saat istri bicara dengannya, jadilah pendengar yang baik.
Suatu hari seorang sahabat hendak konsultasi pada Khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu. Sebabnya, ia tidak tahan dengan istrinya yang banyak omong.
Sampai di depan rumah Umar, ia mendengar istri Amirul Mukminin itu bicara banyak sementara Umar diam saja. Hanya sesekali mengiayakan atau manggut-manggut.
Lantas ia pun beranjak pergi. Sebelum melangkah jauh, Umar memanggilnya. “Ada apa saudaraku? Mengapa engkau kembali sebelum sempat bertemu denganku?”
“Wahai Amirul Mukminin,” jawab sahabat itu. “Sebenarnya aku ingin mengadukan istriku yang banyak bicara. Tapi mengetahui istrimu lebih banyak bicara di hadapanmu dan engkau diam saja tidak marah, aku jadi mengurungkan niatku.”
“Wahai saudaraku, istrilah yang telah mengandung dan melahirkan anak kita, mengasuhnya, memasak makanan kita, bagaimana aku bisa marah padanya.”
Demikianlah seharusnya sikap suami. Saat istri bicara, jadilah pendengar yang baik. Tidak perlu dibantah, tidak perlu dipotong dengan menawarkan solusi. Sebab ia sedang curhat. Ia ingin didengarkan.
Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu mengajarkan syair kepada putrinya Asma’:
Beri aku maaf niscaya kau dapati penuh cintaku
Jangan bicara di depanku ketika aku marah
Sebab kulihat bila cinta dan sakit bertemu di hati
Tentu cinta akan pergi
Perhatikan syair yang dikutip Syaikh Khalid Jad dalam bukunya Maa Yuhibbuhu Ar Rijal min An Nisa’ ini. Abu Bakar mengajari putrinya untuk mengatakan: jangan bicara di depanku ketika aku marah.
Jadi untuk para suami, jika istri sedang bicara dengan emosi, jangan ditimpali dengan emosi juga. Karena masalah tidak akan selesai, justru terjadi pertengkaran. Suami perlu bijak. Menjadi pendengar yang baik. Bisa jadi saat itu istri sedang lelah atau stres dan demikianlah cara ia mengungkapkan perasaannya.
Lalu bagaimana dengan teladan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Tentu sikap Abu Bakar dan Umar berangkat dari keteladanan Rasulullah. Tapi baiklah, kita simak penuturan Dr Nizar Abazhah dalam bukunya Bilik-Bilik Cinta Muhammad memvisualisasikan bagaimana komunikasi Rasulullah dengan Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha:
“Beliau tidak melarang Aisyah berteriak girang, mengangkat suaranya lantang, atau berbicara dengan kemanjaan seorang putri agung yang tahu kedudukannya sebagai orang yang dicintai, dihormati dan dimuliakan”
“Nabi juga tidak pernah meletakkan tangan ke mulut Aisyah untuk mencegahnya berbicara, membantah atau marah.”
Jabir mengatakan, “Rasulullah itu pria gampangan; jika Aisyah ada maunya, beliau menurutinya.”
Ada tiga pesan mudah yang membuat istri senang saat ia bicara:
1. Tatap dia dan katakan “Ceritakan lebih banyak hal itu kepadaku”
2. Tatap dia dan ucapkan, “Terus bagaimana kelanjutannya?”
3. Tatap dia dan katakan, “Menarik. Selanjutnya bagaimana?”
Jika ada yang istri inginkan
Suami perlu memahami bahwa tujuan utama “pembicaraan” istri adalah bicara. Agar istri merasa lebih baik dan membina ikatan dengan suami.
Jika istri tidak butuh pemecahan masalah, suami perlu mendengarkan dan membesarkan hatinya.
Dari sisi kita sebagai wanita, jika ada yang kita inginkan dari suami, kita perlu memahami bahwa laki-laki itu menangkap bahasa yang harfiah. Kita perlu memperjelas maksud kita. Ini pernah kita bahas di prinsip kedua.
Sedapat mungkin kita mengubah keluhan menjadi permintaan. Atau mengubahnya menjadi pernyataan informasi.
Misalnya:
“Kau selalu lupa mengeluarkan sampah” (ini keluhan)
Perlu diganti dengan:
“Maukah Mas mengingat untuk mengeluarkan sampah besok pagi? Sampah itu akan mulai bau jika ada di garasi tiga hari lagi.” (ini permintaan)
Atau diganti menjadi:
“Aku sangat senang Mas mengeluarkan sampah besok pagi. Kebetulan besok jadwalnya petugas sampah keliling.” (ini pernyataan informasi)
Suami Butuh Dihargai
Jika istri (perempuan) butuh didengarkan, suami (laki-laki) butuh dihargai.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan kita para istri:
فَانْظُرِى أَيْنَ أَنْتِ مِنْهُ فَإِنَّمَا هُوَ جَنَّتُكِ وَنَارُكِ
Perhatikan posisimu di sisi suamimu, sebab dia adalah surgamu atau nerakamu (HR. Ahmad)
Ketika kita tidak menghargai suami, atau malah menyakitinya, kita tidak bisa menjadi pasangan abadi di surgaNya nanti. Bahkan bidadari pun mengancam kita.
لاَ تُؤْذِى امْرَأَةٌ زَوْجَهَا فِى الدُّنْيَا إِلاَّ قَالَتْ زَوْجَتُهُ مِنَ الْحُورِ الْعِينِ لاَ تُؤْذِيهِ قَاتَلَكِ اللَّهُ فَإِنَّمَا هُوَ عِنْدَكِ دَخِيلٌ يُوشِكُ أَنْ يُفَارِقَكِ إِلَيْنَا
Tidaklah seorang perempuan menyakiti suaminya di dunia kecuali istrinya dari bidadari berkata, “Jangan sakiti dia. Semoga Allah memerangimu. Dia hanya tamu di sisimu, yang sebentar lagi akan meninggalkanmu menuju kami” (HR. Tirmidzi)
Bagaimana cara menghargai suami? Suami yang pada umumnya irit bicara, saat ia bicara, kita perlu memperhatikan dan menanggapinya dengan dukungan yang menguatkan testosteronnya.
Cara menghargai pria dengan kata-kata:
1. “Mas benar”
2. “Ide bagus, Sayang”
3. “Masuk akal. Kenapa aku nggak kepikir ya Mas”
Rasulullah juga mengingatkan kita:
لاَ يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَى امْرَأَةٍ لَا تَشْكُرُ لِزَوْجِهَا وَهِيَ لَا تَسْتَغْنِى عَنْهُ
Allah tidak melihat perempuan yang tidak bisa berterima kasih kepada suaminya padahal ia tidak bisa lepas darinya (sangat tergantung kepadanya) (HR. Thabrani)
Semoga kita semua bisa menjalin komunikasi penuh kasih dengan pasangan hidup kita. Salah satunya memperhatikan prinsip Istri Butuh Didengar, Suami Butuh Dihargai ini. Dan semoga Allah menjadikan keluarga kita penuh cinta, abadi hingga ke surgaNya.
Sumber : KeluargaCinta