Apabila kualitas SDM pemudanya baik, maka kekuatan bangsa di masa depan akan menjadi bangsa yang kuat. Sebaliknya, bila kualitas SDM pemudanya rendah, maka kekuatan bangsa di masa depan akan lemah. Selain itu, kualitas SDM pemuda juga berperan penting dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini, mengingat bahwa Indonesia sedang mengalami “bonus demografi”, dimana penduduk usia produtif (terutama pemuda) lebih banyak dari pada penduduk usia tidak produktif.
Bonus demografi di Indonesia juga menghadapi berbagai macam tantangan dengan perkembangan dunia global dan pesatnya perkembangan teknologi informasi. Sehingga, apabila bonus demografi ini tidak dimanfaatkan dengan baik, maka akan menjadi bumerang bagi bangsa.
Pemanfaatan bonus demografi ini dapat dilakukan dengan peningkatan kualitas SDM pemuda di Indonesia. Pemerintah harus fokus pada kebijakan dalam hal meningkatkan SDM Pemuda, karena apabila SDM pemuda tidak dipersiapkan menghadapi tantangan perkembangan global dan perkembangan teknologi informasi akan menimbulkan berbagai permasalahan sosial seperti pengangguran, kemiskinan dan ketertinggalan. Oleh karenanya, pemuda harus disiapkan dan diberdayakan supaya memiliki kualitas dan keunggulan daya saing guna menghadapi kebutuhan, tantangan dan kompetisi di era globalisasi.
Pemuda Desa dan Problematika Saat Ini
Dalam kebijakan Pemerintaan Joko Widodo, arah pembangunan bangsa difokuskan pada pemerataan pembangunan dan peningkatan kemajuan di desa. Desa mendapatkan perhatian khusus dalam pembangunan bangsa karena secara geografis sebagian besar wilayah Negara Indonesia adalah desa.
Perhatian pemerintah ini ditunjukkan dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Dengan adanya UU Desa ini, maka desa akan memperoleh kucuran dana desa untuk dapat digunakan dalam pembangunan desa agar lebih maju dan sejahtera. Namun, dalam pelaksanaan pembangunan desa tersebut, masih dirasakan minimnya peran dan partisipasi pemuda desa. Peran pembangunan desa sebagian besar masih dipegang oleh perangkat desa dan tokoh-tokoh desa yang notabene bukan pemuda.
Berdasarkan data Susenas yang dikeluarkan BPS tahun 2018, jumlah pemuda Indonesia tahun 2018 mencapai 63,82 juta jiwa atau 36,4 persen dari total penduduk Indonesia. Jika dilihat menurut daerah tempat tinggal, tampak bahwa pemuda yang tinggal di perkotaan jumlahnya lebih banyak daripada pemuda yang tinggal di pedesaan (56,68 % berbanding 44,32 %).
Jumlah perbandingan pemuda yang lebih banyak tinggal di Kota ini, merupakan dampak dari kurangnya lapangan pekerjaan yag tersedia di desa (www.bps.go.id). Akibatnya, banyak pemuda desa yang lebih memilih untuk melakukan “urbanisasi” ke kota-kota besar untuk memperoleh pekerjaan, sebagai buruh, karyawan, atau menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Selain hal tersebut, pemuda desa dihadapkan pada masalah terbatasnya jumlah infrastruktur pemuda yang ada di desa. Infrastruktur pemuda, menurut pengertian yang dikemukakan oleh Kementrian Pemuda dan Olah Raga merupakan sarana fisik dan non fisik yang dapat mengakomodasi kegiatan positif pemuda. Keterbatasan infrastruktur pemuda, terutama di desa-desa dapat memicu pemuda lebih memilih kegiatan yang negatif, seperti tawuran, geng motor, balap liar atau vandalisme di toko-toko untuk dapat mengekspresikan diri mereka.
Efektifitas penggunaan dana Desa selama ini juga tidak berorientasi pada program-program peningkatan SDM pemuda desa. Dana desa lebih banyak difokuskan untuk membangun infrastruktur fisik. Partisipasi pemuda desa dalam tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pengelolaan dana desa masih minim (kalo boleh dikatakan tidak ada).
Pemuda desa juga tidak mempunyai ruang publik khusus pemuda akibat dari pembangunan yang berorientasi pembangunan fisik semata. Ruang publik pemuda ini menjadi penting, karena merupakan wadah di mana pusat aktivitas pemuda, seperti balai pemuda, taman pemuda, taman bacaan dapat menjadi ekspresi yang positif.
Ruang publik ini akan menjadi tempat bagi pemuda untuk mengembangkan bakat, minat, kreativitas dan menjalin pergaulan. Ruang dialog pemuda desa juga tidak boleh diabaikan karena merupakan sebuah saluran komunikasi bagi pemuda untuk mengutarakan pendapat, kritik dan saran yang membangun kepada pihak terkait. Ruang dialog ini menjadi saluran partisipasi pemuda desa dalam pembangunan desa ke depan.
Pemuda Desa Membangun Desa
Pemudadesa juga merupakan kelompok usia produktif yang memiliki potensi besar untuk dapat menggerakkan pembangunan di desa sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Potensi tersebut akan terwujud dengan syarat bahwa kualitas SDM pemudanya sangat baik. Kualitas SDM pemuda yang baik bergantung pada faktor bagaimana pendidikan, kesehatan serta sarana dan prasarana yang mendukung bagi pengembangan kreativitas, inovasi dan etos kerja pemuda desa. Maka dibutuhkan kebijakan di bidang pendidikan, kesehatan serta pembangunan sarana dan prasarana yang tepat bagi tumbuh kembang SDM pemuda desa.
Di Bidang Pendidikan, pemerintah harus dapat menyediakan akses pendidikan bagi setiap pemuda, terutama pemuda desa, sampai tingkat perguruan tinggi. Walaupun saat ini pemerintah telah gencar menggalakkan pendidikan vokasi melalui SMK-SMK, hal ini belumlah cukup, karena lulusan SMK-SMK ini hanya 14 persennya saja yang dapat diserap oleh lapangan pekerjaan, sisanya menjadi penganggurran terbuka di masyarakat. Dengan akses dan penyediaan pendidikan tinggi yan murah bagi pemuda desa maka kualitas SDM Pemuda desa akan meningkat.
Saat ini Pemuda Desa yang dapat mengenyam pendidikan tinggi, sedikit sekali yang kembali ke desa dan mengaplikasikan keilmuannya untuk pembangunan desa. Hal ini bisa disebabkan karena tidak adanya lapangan kerja di desa yang sesuai dengan keilmuannya atau bisa jadi dari faktor pemudanya yang memandang bahwa hidup di desa tidak akan mendapat kesejahteraan sehingga memilih mencari pekerjaan di kota.
Maka dibutuhkan peran pemerintah (dari pusat sampai ke desa) untuk dapat menciptakan peluang usaha di desa ditengah era globalisasi saat ini. Sehingga pemuda desa dengan pendidikan dan keilmuan yang didapatnya sampai pendidikan tinggi dapat mengaplikasikan ilmunya untuk perkembangan dan kemajuan desa.
Selain pendidikan, kualitas SDM pemuda desa yang baik harus didukung oleh Kesehatan yang baik pula. Kebijakan dalam bidang kesehatan ini harus dimulai sejak dini, bahkan ketika masih dalam kandungan. Kebijakan untuk membentuk pemuda yang memiliki SDM yang baik dilakukan dengan memberikan akses terkait pemberian asupan gizi yang cukup kepada ibu hamil, bayi, balita, sampai remaja.
Dengan pemberian gizi yang baik pada akhirnya akan mengurangi atau menghilangkan stunting (gizi buruk) pada anak. Asupan gizi yang baik akan mendukung pembentukan pemuda desa yang sehat, dapat berpikir jernih serta menumbuhkan inovasi dan kreativitas pemuda desa. Inovasi dan kreativitas pemuda desa akan mendorong kesadaran pemuda untuk dapat memajukan desa.
Penyediaan sarana dan prasarana publik juga sangat penting bagi peningkatan kualitas SDM Pemuda desa. Saat ini, ruang publik cenderung menjadi konsumsi bagi warga kota. Wacana terkait ruang publik belum cukup disadari di desa-desa. Ruang publik ini digunakan sebagai sarana dalam mengekpresikan diri, menyalurkan bakat, ruang gagasan dan dapat menjadi tempat mengembangkan kreativitas bagi pemuda. Dengan adanya ruang-ruang publik ini di desa maka pemuda desa akan tumbuh menjadi pemuda yang memiliki kepribadian dengan kematangan intelektual, kreatif, percaya diri, inovatif, semangat pengabdian terhadap masyarakat desanya.
Dengan demikian, upaya pembinaan dan pemberdayaan pemuda khususnya pemuda desa dalam rangka membentuk SDM pemuda yang berkualitas merupakan langkah yang harus terus dilakukan dalam rangka menjawab tantangan di era globalisasi saat ini.
Peranan Pemuda desa dalam pembangunan sangat dibutuhkan agar desa tidak semakin tertinggal dan ditinggalkan. Maka dengan kesadaran pemuda desa untuk dapat membangun desanya akan memberikan dampak positif yaitu meningkatnya kesejahteraan (baik ekonomi dan psikis) bagi masyarakat desa. Kalau boleh meminjam istilah dari John Nesbit, sekaranglah saatnya pemuda desa untuk “Think Globally, Act Locally”. Kalau bukan kita siapa lagi, kalau bukan sekarang kapan lagi.
Sumber : Gardadesa.com